Archive for May 2020


Diskusi Lintas Jurusan: Penerapan IPE Pada Mahasiswa Kesehatan
Oleh:  Ridwan Alfatah
Profesi merupakan suatu hal yang menjadi tujuan utama setiap orang dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik Indonesia menyebutkan hingga Februari 2019, jumlah pengangguran masih bertahan pada angka 6,82 juta orang bahkan banyak diantaranya merupakan lulusan perguruan tinggi. Hal tersebut tentu mendorong persaingan dunia kerja ke arah yang lebih serius, sehingga berbagai upaya acap kali dilakukan oleh kalangan muda untuk mempersiapkan bekal agar mendapat pekerjaan yang layak dan mampu mencapai kesejahteraan di masa depan.
Salah satu upaya yang dilakukan pemuda milenial yang sadar akan persaingan dunia kerja adalah dengan memilih jurusan kuliah yang berbasis profesi. Jurusan kedokteran, keperawatan, kebidanan, ilmu farmasi, ilmu keguruan, perbankan dan semacamnya acap kali menjadi bidikan oleh calon mahasiswa dan bahkan banyak dari mereka mengambil pelajaran tambahan berupa bimbingan belajar serta program khusus hanya untuk lulus di jurusan yang mereka impikan. Alasan dari itu semua jelas, untuk mendapatkan profesi yang menjanjikan.
Jurusan dengan latar belakang kesehatan masih menjadi jurusan terpopuler dan selalu memperoleh pendaftar terbanyak hampir di setiap perguruan tinggi negeri maupun swasta. Fakta ini mendorong persaingan yang ketat dan seleksi yang sangat terperinci untuk menentukan kelulusan para calon mahasiswa pada jurusan tersebut. Tidak hanya kemampuan akademik, namun keahlian lain seperti minat bakat juga menjadi hal yang dipertimbangkan dalam menentukan kelulusan. Hal ini dibuktikan dengan salah satu program ristekdikti dalam menyaring calon mahasiswa yaitu SNMPTN. Hal ini tentu karena profesi kesehatan tidak lepas dari kegiatan sosial masyarakat, sehingga soft skill lainnya sangat dipertimbangkan.
Namun, permasalahan utama yang acap kali dialami dan terjadi dikalangan mahasiswa yang baru memulai perkuliahan berlatar belakang kesehatan adalah kurangnya pengetahuan dan pengertian terhadap profesi atau peran yang akan dijalaninya saat setelah lulus dari pendidikan. Mahasiswa kedokteran cenderung merasa lebih dari mahasiswa kesehatan lainnya. Mereka menilai bahwa seorang dokter akan mampu menentukan diagnosis, merawat dan bahkan memberikan obat yang sesuai, sehingga menilai mahasiswa keperawatan tidak terlalu penting dan bahkan menganggap tugas seorang perawat hanya membantu dokter dalam memberikan pelayan. Mahasiswa keperawatan justru dengan bangganya menilai mahasiswa kedokteran tidak akan ada apa apanya tanpa mereka dan bahkan beberapa mata kuliah dan skill klinis sudah mereka dapatkan lebih awal daripada mahasiswa kedokteran. Sangat disayangkan ketika mereka menyamakan kedudukan dengan profesi dokter dimana banyak perawat yang sudah memiliki klinik kesehatan sendiri dan bahkan menentukan diagnosis dan memberikan obat tanpa resep dokter. Begitu juga halnya dengan mahasiswa farmasi, kebidanan, kedokteran gigi dan mahasiswa kesehatan lainnya.
Sifat egois dan minimnya pengetahuan tentang peran masing masing profesi yang akan mereka hadapi di masa depan ini, menjadi titik fokus kenapa interprofessional education harus dikenalkan dan diterapkan sejak dini. Mahasiswa merupakan aset dan menjadi generasi penerus bangsa. Pemahaman mengenai peran dan wewenang tentang profesi yang akan dijalankan para medis menjadi awal yang baik dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit dan pusat pelayanan kesehatan lainnya. Bisa dibayangkan ketika para medis tidak mampu bekerja sama dengan baik dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat. Seorang apoteker akan menegakkan diagnosis hanya dengan gejala, seorang perawat akan melakukan pemeriksaan sesuai dengan kepahamannya, bahkan seorang bidan akan melakukan tindakan sesuka hatinya terhadapa kegawatdaruratan dalam persalinan padahal kemampuan dan ilmu yang mereka dapatkan tidak mampu atau masih terlalu minim karena tidak sesuai dengan bidangnya.
Interprofessional education merupakan suatu proses yang dilakukan dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang memiliki perbedaan latar belakang profesi dan melakukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu, adanya interaksi sebagai tujuan utama dalam IPE untuk berkolaborasi dengan jenis pelayanan meliputi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif. (WHO:2010)
Interprofessional education penting karena akan mempengaruhi praktik tenaga medis dalam memberikan pelayanan. Tujuan dari Interprofessional education adalah untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan pelajar yang akan memungkinkan mereka untuk bekerja lebih baik dalam tim. Penerapan Interprofessional education menghasilkan pelayanan yang berpusat pada pasien dan kepuasan pasien serta outcome yang lebih baik.
Interprofessional education terjadi ketika dua atau lebih pelajar/ profesi kesehatan terlibat dalam pembelajaran dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk memungkinkan kolaborasi yang efektif dan meningkatkan pelayanan dan kesehatan. Sudah seharusnya mahasiswa berlatar balakang kesehatan mampu berkolaborasi, mengakui, menghormati, dan memberikan kontribusi khas masing-masing dalam menempuh pendidikannya.
Sistem pembelajaran yang berbasis diskusi tutorial dapat menjadi sarana atau wadah para mahasiswa kesehatan untuk membiasakan diri memecahkan masalah terhadap kasus yang diberikan dosen sesuai dengan kepahaman dan bekal keahliannya masing-masing. Seperti halnya kelas tutorial yang dilakukan mahasiswa kedokteran, keperawatan, atau mungkin juga mahasiswa kesehatan lainnya. Jika kita bisa membentuk suatu kelas diskusi antar jurusan, mengapa tidak? Setiap mahasiswa tiap jurusan akan ikut andil membahas isu atau kasus kesehtan terhadap skenario yang diberikan dosen. Mahasiswa kedokteran dapat memberikan penjelasan mengenai penegakan diagnosis berdasarkan ilmu ilmu kedokteran dan berperan sebagai seorang dokter pada umumnya. Mahasiswa keperawatan dapat memberikan penjelasan mengenai pelayanan terhadap pasien dalam skenario kasus sesuai dengan diagnosis yang ditetapkan sebelumnya. Mahasiswa farmasi dapat memberikan penjelasan mengenai pemilihan obat, efek samping dan bahkan interaksi obat lain yang menunjang kesehatan dan peningkatan pelayanan kepada pasien. Setiap mahasiswa dapat memberikan masukan dan tanggapanya sesuai dengan bukti yang relevan pada saat diskusi. Tentu dibutuhkan seorang ahli kesehatan dalam memandu kelas ini. Hasil akhir diskusi dapat berupa pemaparan hasil melalui pleno yang diikuti oleh mahasiswa antar fakultas atau mungkin juga bisa menjadwalkan presentasi disetiap kelas pada masing-masing jurusan supaya pemahaman terhadap suatu materi mampu dicerna dan dipahami oleh setiap mahasiwa sesuai dengan pemahaman dasar dan peran masing-masing profesinya. Pada saat pelaksanaan pleno dibutuhkan pengawasan para dosen dari masing-masing jurusan dalam memandu dan meluruskan jika ada hal yang tidak sesuai sesuai dengan keahliannya. Secara tidak langsung cara ini juga mendorong terjalinnya interprofessional collaboration dosen yang berlatar belakang kesehatan namun sama-sama mitra dalam pelayanan kesehatan. Namun, dalam penerapannya masih diperlukan penelitian lain terutama dalam tingkat efektif tidaknya penerapan kelas ini, mengingat jadwal setiap jurusan pasti berbeda dan mempunyai standar kurikulum yang berbeda pula.
Beberapa tantangan IPE yang kita butuhkan untuk mengatasi kesalahan medis kita sebagai akibat dari kegagalan komunikasi dan sistem, kurangnya keahlian dalam komunikasi interprofesional dan kerja tim, sifat egois dan kelelahan staf dan dokter atau kurangnya kepercayaan diri untuk berbicara, tumpang tindih atau hilang kontinuitas perawatan pasien, infrastruktur non adaptif yang ada, dan hal lain. Kepahaman dari dasar akan memberikan efektifitas kerja antar profesi dalam mewujudka pelayanan kesehatan yang berkualitas.


INTERPROFFESIONAL EDUCATION IN MEDICAL AFFAIR

Posted by : chemistman 0 Comments

- Copyright © CHEMISTMAN - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -

Hetalia: Axis Powers - Russia