Archive for 2020
Diskusi Lintas
Jurusan: Penerapan IPE Pada Mahasiswa Kesehatan
Oleh: Ridwan Alfatah
Profesi merupakan suatu hal yang menjadi tujuan utama setiap orang
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik Indonesia
menyebutkan hingga Februari 2019, jumlah pengangguran masih bertahan pada angka
6,82 juta orang bahkan banyak diantaranya merupakan lulusan perguruan tinggi.
Hal tersebut tentu mendorong persaingan dunia kerja ke arah yang lebih serius,
sehingga berbagai upaya acap kali dilakukan oleh kalangan muda untuk
mempersiapkan bekal agar mendapat pekerjaan yang layak dan mampu mencapai
kesejahteraan di masa depan.
Salah satu upaya yang dilakukan pemuda milenial yang sadar akan
persaingan dunia kerja adalah dengan memilih jurusan kuliah yang berbasis
profesi. Jurusan kedokteran, keperawatan, kebidanan, ilmu farmasi, ilmu
keguruan, perbankan dan semacamnya acap kali menjadi bidikan oleh calon
mahasiswa dan bahkan banyak dari mereka mengambil pelajaran tambahan berupa
bimbingan belajar serta program khusus hanya untuk lulus di jurusan yang mereka
impikan. Alasan dari itu semua jelas, untuk mendapatkan profesi yang
menjanjikan.
Jurusan dengan latar belakang kesehatan masih menjadi jurusan terpopuler
dan selalu memperoleh pendaftar terbanyak hampir di setiap perguruan tinggi
negeri maupun swasta. Fakta ini mendorong persaingan yang ketat dan seleksi
yang sangat terperinci untuk menentukan kelulusan para calon mahasiswa pada
jurusan tersebut. Tidak hanya kemampuan akademik, namun keahlian lain seperti
minat bakat juga menjadi hal yang dipertimbangkan dalam menentukan kelulusan.
Hal ini dibuktikan dengan salah satu program ristekdikti dalam menyaring calon
mahasiswa yaitu SNMPTN. Hal ini tentu karena profesi kesehatan tidak lepas dari
kegiatan sosial masyarakat, sehingga soft
skill lainnya sangat dipertimbangkan.
Namun, permasalahan utama yang acap kali dialami dan terjadi
dikalangan mahasiswa yang baru memulai perkuliahan berlatar belakang kesehatan
adalah kurangnya pengetahuan dan pengertian terhadap profesi atau peran yang
akan dijalaninya saat setelah lulus dari pendidikan. Mahasiswa kedokteran
cenderung merasa lebih dari mahasiswa kesehatan lainnya. Mereka menilai bahwa
seorang dokter akan mampu menentukan diagnosis, merawat dan bahkan memberikan
obat yang sesuai, sehingga menilai mahasiswa keperawatan tidak terlalu penting
dan bahkan menganggap tugas seorang perawat hanya membantu dokter dalam
memberikan pelayan. Mahasiswa keperawatan justru dengan bangganya menilai
mahasiswa kedokteran tidak akan ada apa apanya tanpa mereka dan bahkan beberapa
mata kuliah dan skill klinis sudah mereka dapatkan lebih awal daripada
mahasiswa kedokteran. Sangat disayangkan ketika mereka menyamakan kedudukan
dengan profesi dokter dimana banyak perawat yang sudah memiliki klinik
kesehatan sendiri dan bahkan menentukan diagnosis dan memberikan obat tanpa
resep dokter. Begitu juga halnya dengan mahasiswa farmasi, kebidanan,
kedokteran gigi dan mahasiswa kesehatan lainnya.
Sifat egois dan minimnya pengetahuan tentang peran masing masing
profesi yang akan mereka hadapi di masa depan ini, menjadi titik fokus kenapa interprofessional education harus
dikenalkan dan diterapkan sejak dini. Mahasiswa merupakan aset dan menjadi
generasi penerus bangsa. Pemahaman mengenai peran dan wewenang tentang profesi
yang akan dijalankan para medis menjadi awal yang baik dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan di rumah sakit dan pusat pelayanan kesehatan lainnya. Bisa
dibayangkan ketika para medis tidak mampu bekerja sama dengan baik dalam
memberikan pelayanan bagi masyarakat. Seorang apoteker akan menegakkan
diagnosis hanya dengan gejala, seorang perawat akan melakukan pemeriksaan sesuai
dengan kepahamannya, bahkan seorang bidan akan melakukan tindakan sesuka
hatinya terhadapa kegawatdaruratan dalam persalinan padahal kemampuan dan ilmu
yang mereka dapatkan tidak mampu atau masih terlalu minim karena tidak sesuai
dengan bidangnya.
Interprofessional
education merupakan suatu proses yang
dilakukan dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang
memiliki perbedaan latar belakang profesi dan melakukan pembelajaran bersama
dalam periode tertentu, adanya interaksi sebagai tujuan utama dalam IPE untuk
berkolaborasi dengan jenis pelayanan meliputi promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif. (WHO:2010)
Interprofessional
education penting karena akan mempengaruhi
praktik tenaga medis dalam memberikan pelayanan. Tujuan dari Interprofessional education adalah untuk
memberikan pengalaman dan pengetahuan pelajar yang akan memungkinkan mereka
untuk bekerja lebih baik dalam tim. Penerapan Interprofessional education menghasilkan pelayanan yang berpusat
pada pasien dan kepuasan pasien serta outcome
yang lebih baik.
Interprofessional
education terjadi ketika dua atau lebih pelajar/
profesi kesehatan terlibat dalam pembelajaran dengan, dari, dan tentang satu
sama lain untuk memungkinkan kolaborasi yang efektif dan meningkatkan pelayanan
dan kesehatan. Sudah seharusnya mahasiswa berlatar balakang kesehatan mampu
berkolaborasi, mengakui, menghormati, dan memberikan kontribusi khas
masing-masing dalam menempuh pendidikannya.
Sistem pembelajaran yang berbasis diskusi tutorial dapat menjadi
sarana atau wadah para mahasiswa kesehatan untuk membiasakan diri memecahkan
masalah terhadap kasus yang diberikan dosen sesuai dengan kepahaman dan bekal
keahliannya masing-masing. Seperti halnya kelas tutorial yang dilakukan
mahasiswa kedokteran, keperawatan, atau mungkin juga mahasiswa kesehatan
lainnya. Jika kita bisa membentuk suatu kelas diskusi antar jurusan, mengapa
tidak? Setiap mahasiswa tiap jurusan akan ikut andil membahas isu atau kasus
kesehtan terhadap skenario yang diberikan dosen. Mahasiswa kedokteran dapat
memberikan penjelasan mengenai penegakan diagnosis berdasarkan ilmu ilmu
kedokteran dan berperan sebagai seorang dokter pada umumnya. Mahasiswa
keperawatan dapat memberikan penjelasan mengenai pelayanan terhadap pasien
dalam skenario kasus sesuai dengan diagnosis yang ditetapkan sebelumnya.
Mahasiswa farmasi dapat memberikan penjelasan mengenai pemilihan obat, efek
samping dan bahkan interaksi obat lain yang menunjang kesehatan dan peningkatan
pelayanan kepada pasien. Setiap mahasiswa dapat memberikan masukan dan
tanggapanya sesuai dengan bukti yang relevan pada saat diskusi. Tentu
dibutuhkan seorang ahli kesehatan dalam memandu kelas ini. Hasil akhir diskusi
dapat berupa pemaparan hasil melalui pleno yang diikuti oleh mahasiswa antar
fakultas atau mungkin juga bisa menjadwalkan presentasi disetiap kelas pada
masing-masing jurusan supaya pemahaman terhadap suatu materi mampu dicerna dan
dipahami oleh setiap mahasiwa sesuai dengan pemahaman dasar dan peran
masing-masing profesinya. Pada saat pelaksanaan pleno dibutuhkan pengawasan
para dosen dari masing-masing jurusan dalam memandu dan meluruskan jika ada hal
yang tidak sesuai sesuai dengan keahliannya. Secara tidak langsung cara ini
juga mendorong terjalinnya interprofessional
collaboration dosen yang berlatar belakang kesehatan namun sama-sama mitra
dalam pelayanan kesehatan. Namun, dalam penerapannya masih diperlukan
penelitian lain terutama dalam tingkat efektif tidaknya penerapan kelas ini,
mengingat jadwal setiap jurusan pasti berbeda dan mempunyai standar kurikulum
yang berbeda pula.
Beberapa tantangan IPE yang kita butuhkan untuk mengatasi kesalahan
medis kita sebagai akibat dari kegagalan komunikasi dan sistem, kurangnya
keahlian dalam komunikasi interprofesional dan kerja tim, sifat egois dan
kelelahan staf dan dokter atau kurangnya kepercayaan diri untuk berbicara,
tumpang tindih atau hilang kontinuitas perawatan pasien, infrastruktur non
adaptif yang ada, dan hal lain. Kepahaman dari dasar akan memberikan
efektifitas kerja antar profesi dalam mewujudka pelayanan kesehatan yang
berkualitas.